Selasa, 20 Oktober 2009

REVOLUSI ILMIAH THOMAS S. KHUN DAN RELEVANSINYA BAGI STUDI AGAMA UNTUK RESOLUSI KONFLIK DAN PEACEBUILDING


REVOLUSI ILMIAH THOMAS S. KHUN
DAN RELEVANSINYA BAGI STUDI AGAMA
UNTUK RESOLUSI KONFLIK DAN PEACEBUILDING

A. Pendahuluan
Pandangan kaum Induktivisme dan Falsifikanisme tentang ilmu, yang hanya memusatkan perhatian pada relasi antara teori dan observasi, dan telah gagal memperhitungkan kompleksitas yang terdapat dalam teori ilmiah yang urgen. Baik itu pada penekanan kaum induktifis naif yang menarik teori secara induktif dari hasil observasi, maupun kaum falsifikasi yang menarik dari hasil reduksinya. Dengan teori general dan koheren, konsep akan dapat memperoleh makna yang tepat dan memungkinkan memenuhi kebutuhan untuk berkembang lebih efisien. Karena di dalamnya terdapat petunjuk dan keterangan mengenai baggaimana seharusnya teori (ilmu) dikembangkan secara luas.
Kebudayaan manusia dewasa ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang teramat cepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini tidak terlepas dari peran dan pengaruh pemikiran filsafat Barat. Pada awal perkembangan pemikiran filsafat Barat pada zaman Yunani Kuno, filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, artinya antara pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak dipisahkan. Semua hasil pemikiran manusia pada waktu itu di sebut dengan filsafat. Pada abad pertengahan terjadi perubahan, filsafat pada zaman ini identik dengan agama, artinya pemikiran filsafat pada waktu itu menjadi satu dengan dogma gereja (agama).
Sejalan dengan perjalanan waktu munculnya Renaissans pada abad ke-15 dan Aufklaerung di abad ke-18 membawa perubahan pandangan terhadap filsafat. Cabang-cabang ilmu yang merupakan “anak-anak” filsafat berkembang dengan cepat, bahkan memecah diri dalam berbagai spesialisasi dan sub-spesialisasi pada abad ke-20.
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan (epistemology), paradigma epistemology positivistik telah merajai bidang ini, dan telah ada selama berpuluh-puluh tahun. Tetapi, sekitar dua atau tiga dasawarsa terakhir ini, terlihat perkembangan baru dalam filsafat ilmu pengetahuan. Perkembangan paradigma (Shifting Paradigms) menimbulkan ide-ide baru, letupan yang satu merangsang timbulnya ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung-menyambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai ini pada akhirnya menjadi kekuatan dalam mengubah wajah dan tatanan dunia, dan sekaligus wajah budaya dan peradaban manusia kearah suatu “kemajuan”. Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Adapun Skema progress Sains menurut Khun dapat penulis sajikan sebagai berikut : Praparadigma-prasscience –Paradigma-Norma Science—Anomali Kritis –Revolusi Paradigma Baru – Ekstra ordinary Science.
Konsep sentra Khun dalam bukunya “The Strukture of Science Revololution” adalah Paradigma yang merupakan elemen primer dalam progress Sains. Seorang ilmuan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun sekitar paradigma dasar. Paradigma itu memungkinkan seorang ilmuan untuk memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya dan menuntut adanya revolusi paradigmatic terhadap ilmu tersebut.
Perkembangan ini sebenarnya merupakan upaya pendobrakan atas filsafat ilmu pengetahuan positivistic yang dipelopori tokoh-tokoh antara lain adalah Thomas S. Khun. Dalam makalah ini penulis ingin mencoba memaparkan pemikiran-pemikiran Thomas Khun dengan Revolusi Ilmiahnya, terlebih dahulu melihat sejarah biografinya dan relevansi terhadap studi agama untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding.
B. Sejarah Kehidupan Thomas Khun
Thomas S. Khun di lahirkan pada 18 Juli 1922 di Cincinnati, Ohio Amerika Serikat. Khun kecil termasuk anak yang gigih, rajin, ulet, dan cerdas. Dengan usia yang masih relative muda terbukti pada tahun 1949 ia memperoleh gelar Ph.D dalam ilmu fisika di Harvard University, setelah sebelumnya lulus dari strara 1 dengan yudisium summa cum laude tahun 1943, dan gelar masternya diraih tahun 1946. Dengan berkembang keilmuan yang dimiliki, pada tahun 1964, ia mendapat anugerah Guru Besar (Profesor) dari Princiton University dalam bidang filsafat dan sejarah sains. Selanjutnya pada tahun 1983 untuk kesekian kalinya ia dianugerahi sebagai guru besar oleh Massachusetts Institute of University. Pada usia 73 tahun tepatnya hari senin 17 Juni 1996, Thomas S. Khun tutup usia karena menderita penyakit kanker.
Begitu banyak hasil karya yang disumbangkan oleh bapak revolusioner bagi peradaban dunia pengetahuan, diantara yang paling terkenal dan mendapat sambutan dari para filsuf ilmu dan ilmuwan pada umumnya adalah The Structure of Scientific Revolutions, sebuah buku best seller yang diterbitkan oleh Chicago of University Press pada tahun 1962. Dalam karyanya ini, Khun menggunakan model politik dalam menjelaskan perkembangan sains. Khun memakai istilah revolusi untuk menggambarkan proses invensi dalam sains dan memberi penekanan serius pada aspek wacana ilmiah.
C. Pemikiran Thomas Khun
1. Sejarah Perkembangan Pengetahuan
Sejarah perkembangan suatu ilmu pengetahuan diwarnai dua buah teori yang saling berlawanan, teori revolusioner di satu sisi yang ditokohi oleh Thomas Khun dan teori evolusioner pada sisi yang lain yang dicetuskan Karl Popper. Pada mulanya pandangan Thomas S. Khun lewat karyanya yang sangat monumental, The Structure of Scientific Revolutions (1962), merespon pendapat Popper yang terlebih dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesa untuk kemudian diberlakukan prinsip falsifikasi. Menurut Khun, sejarah ilmu pengetahuan hanya dipergunakan Popper sebagai “bukti” untuk mempertahankan pendapatnya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan pemikiran Khun yang lebih memperioritaskan sejarah ilmu dan menjadikannya sebagai starting point atau dasar pijakan penyelidikan terhadap permasalahan-permasalahan fundamental dalam epistemology yang selama ini masih dalam teka-teki. Bagi Khun, perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif sebagaimana anggapan sebelumnya.
Scientific revolution (revolusi ilmiah) pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktek ilmiah konkrit. Istilah paradigma dipergunakan Khun bersamaan dengan istilah-istilah teknis sejarah pengetahuan mazhab Kuhnian. Khun menggunakan beberapa istilah kunci yang tidak pernah ia definisikan secara ketat dalam The Structure of Scientific Revolutions. Istilah kunci itu adalah Scientific revolution, paradigm, normal science, dan anomaly. Istilah-istilah tersebut akan pemakalah paparkan secara singkat dalam makalah ini.

2. Scientific revolution
Revolusi adalah proses menjebol tatanan lama sampai ke akar-akarnya, kemudian menggantinya dengan tatanan yang baru. Begitu juga yang di maksud dengan revolusi sains atau revolusi sains muncul jika paradigma yang lama mengalami krisis dan akhirnya orang mencampakkannya serta mencita-gunakan paradigma yang baru yang sekiranya lebih rasional dan logis. Dulu misalnya, orang hanya mengetahui hanya ada lima planet di cakrawala kita. Kemudia dengan laju-pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka ditemukan kembali tiga planet baru dan ribuan planet kecil, hal ini mengindikasikan bahwasanya kemajuan dari aspek astronomi kian pesat.
Setiap masyarakat yang beradap sekarang percaya bahwa bumi dengan semua anggota tata surya beredar mengelilingi matahari, padahal semula orang beranggapan, bahwa bumilah pusat alam semesta. Semua benda angkasa beredar mengelilingi bumi. Inilah yang di sebut revolusi astronomi. Transformasi-transformasi paradigma semacam ini adalah revolusi sains, dan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang.
Menurut Khun, ilmu dapat berkembang maju dalam pengertian tertentu, jika ia tidak dapat mencapai kesempurnaan absolud dalam konotasi dapat dirumuskan dengan definisi teori. Oleh karena itu ia memandang bahwa ilmu itu berkembang secara open-endend atau sifatnya selalu terbuka untuk direduksi dan dikembangkan. Pergantian semacam ini oleh Khun juga disebut dengan paradigm shift (pergeseran paradigma).
3. Paradigma dan Normal Science
Konsep sentral Khun selanjutnya adalah apa yang dinamakan dengan paradigma. Dalam kamus Inggris Indonesia arti kata paradigm adalah model, pola, contoh, dan ideal. Dari model-model ini fenomena yang dipandang, dijelaskan. Pengertian paradigma menurut kamus filsafat adalah :
1. Cara memandang sesuatu.
2. Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan dijelaskan.
3. Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan menentukan atau mendefinisikan sutau study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu.
4. Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.
Dalam proses keilmuan, paradigm keilmuan memegang peranan penting. Fungsi paradigma ilmu adalah memberikan kerangka, mengarahkan, dan untuk menguji konsistensi dari proses keilmuan. Dalam beberapa literature paradigma sering disamakan dengan kerangka teori. Paradigma ilmu lahir dari akumulasi teori-teori yang saling mendukung dan saling menyempurnakan, sehingga menjadi satu kebulatan dan sebuah konsistensi yang utuh, sebaliknya dari suatu paradigma ilmu dapat melahirkan teori-teori baru, berdasarkan temuan-temuan dari para ilmuan. Sedangkan secara umum, paradigma diartikan sebagai perangkat kepercayaan atau keyakinan dasar menentukan seseorang dalam bertindak pada kehidupan sehari-hari.
Paradigma didalam buku The Structure of Scientific Revolutions (1962), sering berubah konteks dan arti, Khun tidak dapat menjelaskan secara konsisten. Khun mendefinisikan sebagai teori-teori, metode-metode, fakta-fakta, eksprimen-eksprimen yang telah disepakati bersama dan menjadi pegangan bagi aktivitas ilmiah para ilmuan. Istilah paradigma. Pemilihan kata ini erat kaitannya dengan normal science (ilmu normal), yang oleh Khun dimaksudkan untuk mengemukakan bahwa beberapa contoh praktik ilmiah nyata yang diterima ( yaitu contoh-contoh yang bersama-sama mencakup dalil, teori, penerapan, dan instrumentasi) telah menyajikan model-model yang daripadanya lahir tradisi-tradisi padu tertentu dan riset ilmiah.
Paradigma menurut Khun, membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal, dimana para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkannya secara terperinci dan mendalam, karena tidak sibuk dengan hal-hal yang mendasar. Dalam tahap ini, ilmuan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini, ilmuan bias menjumpai berbagai fenomena yang tidak bisa diterangkan dengan teorinya. Inilah yang disebut oleh Khun sebagai anomaly. Jika anomaly ini kian menumpuk dan kualitasnya semakin meninggi, maka akan menimbulkan krisis. Dalam krisis inilah, paradigma mulai dipertanyakan. Dengan demikian, sang ilmuan sudah keluar dari sains normal. Untuk mengatasi krisis itu, ilmuan bias kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan suatu paradigma tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi ilmiah.
Dari sinilah tampak bahwa paradigma pada saat pertama kali muncul itu sifatnya masih sangat terbatas, baik dalam cakupannya maupun dalam ketepatannya. Paradigma memperoleh statusnya karena lebih berhasil daripada saingannya dalam memecahkan beberapa masalah yang mulai diakui oleh kelompok pelaku praktek bahwa masalah-masalah itu rawan.
Untuk memperjelas maksud Khun tentang keberhasilan sebuah paradigma dapat dilihat dari teori tentang cahaya. Mula-mula cahaya dinyatakan sebagai foton, yaitu maujud mekanis quantum yang memperlihatkan beberapa karakteristik gelombang dan beberapa karakteristik partikel. Teori ini menjadi landasan riset selanjutnya, yang hanya berumur setengah abad ketika muncul teori baru Newton yang mengajarkan bahwa cahaya adalah partikel yang sangat halus. Teori inipun sempat diterima oleh hampir semua pemraktik sains optika, namun kemudian muncul teori baru yang bisa dikatakan lebih unggul yang digagas oleh Young dan Fresnel pada awal abad ke-19 yang selanjutnya dikembangkan oleh Planck dan Einstein, yaitu bahwa cahaya adalah gerakan gelombang transversal.
4. Anomali dan Paradigma Baru
Untuk memunculkan penemuan baru yang diawali dengan penemuan ilmiah, maka diperlukanlah data anomali. Seperti telah dijelaskan di atas, anomaly adalah problem-problem ilmiah yang tidak bisa dijawab oleh paradigma lama. Thomas Khun menguraikan dua macam kegiatan ilmiah, yaitu puzzle solving dan penemuan paradigma baru.
Dalam kegiatan ilmiah, para ilmuan membuat percobaan dan mengadakan observasi yang tujuannya adalah untuk memecahkan teka-teki, bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau malah mengakibatkan konflik, suatu paradigma baru harus diciptakan. Dengan demikian, kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan kepada penemuan paradigma baru, dan jika penemuan baru ini berhasil, akan terjadi perubahan besar dalam ilmu pengetahuan.
Penemuan-penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa terasing, melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang berulang secara teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomaly, yakni dengan pengakuan bahwa alam, dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomaly. Dan ia hanya berakhir jika teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang itu menjadi yang diharapkan. Jadi lebih jelasnya, dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
5. Krisis Revolusi
Walaupun sasaran normal adalah memecahkan teka-teki science dan bukan menghasilkan penemuan-penemuan baru yang konseptual, gejala-gejala baru dan tidak terduga berulangkali muncul dan tersingkap oleh ilmiah tersebut yang diikuti dengan munculnya teori-teori baru. Apabila hal-hal baru yang terungkap tersebut tidak dapat diterangkan oleh paradigma dan kelainan-kelainan antara teori dan fakta menimbulkan problem yang gawat, dan anomali-anomali tersebut secara fundamental menyerang paradigma maka dalam keadaan demikian, kepercayaan terhadap paradigma mulai goyah yang kemudian terjadilah keadaan krisis yang berujung pada perubahan paradigma (revolusi).
Anomali dipandang sebagai hal serius yang dapat menggoyahkan paradigma jika anomali tersebut :
a) Menyerang hal-hal yang paling fundamental dari suatu paradigma dan secara gigih menentang usaha para ilmuan normal science untuk mengabaikannya.
b) Mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan beberapa kebutuhan masyarakat yang mendesak.
Krisis dapat diasumsikan sebagai pra kondisi yang diperlukan dan penting bagi munculnya teori-teori baru. Pada stage ini diantara para ilmuan normal science terjadi sengketa filosofis dan metafisis. Mereka membela penemuan baru dengan argumen-argumen filosofis dari posisi dubuis dipandang dari sudut paradigma. Walaupun kemungkinan mereka kehilangan kepercayaan dan kemudian mempertimbangkan beberapa alternatif, mereka tidak meninggalkan paradigma yang telah membawa mereka kedalam krisis begitu saja. Sampai diterimanya suatu paradigma baru yang berbeda dari paradigma semula.
Setiap krisis selalu diawali dengan pengkaburan paradigma serta pengenduran kaidah-kaidah riset yang normal, sebagai akibatnya paradigma baru (paradigma rival) muncul, setidak-tidaknya sebagai embrio, sebelum krisis berkembang lebih jauh atau telah diakui dengan tegas. Karya Lavoisier menyajikan kasus seperti itu. Notanya yang disegel diserahkan kepada akademi Prancis kurang dari satu tahun setelah studi pertamanya yang seksama tentang perbandingan Barat dalam teori Flegiston dan sebelum publikasi-publikasi Priestley secara tuntas menyingkap krisis dalam kimia pneumatic. Demikian halnya dengan Thomas Young tentang teori gelombang dari cahaya, muncul pada tahap awal sekali ketika krisis dalam optika sedang berkembang.
Persaingan antara paradigma yang telah dianut dan paradigma rival yang muncul, menandai adanya kegawatan suatu krisis. Paradigma-paradigma yang bersaing akan memandang berbagai macam pertanyaan sebagai hal yang sah dan penuh arti dilihat dari masing-masing paradigma. Pertanyaan-pertanyaan mengenai beratnya phlogiston adalah penting bagi para ahli teori phlogiston, tetapi hampa bagi Lavoisier. Soal “aksi” pada suatu jarak yang tidak dapat diterangkan itu, diterima oleh kaum Newton, tetapi ditolak oleh kaum Cartesian sebagai hal yang metafisis bahkan gaib. Gerak tanpa sebab adalah mustahil bagi Aristoteles, tetapi dipandang sebagai aksiomatik bagi Newton.
Setiap paradigma yang bersaing akan memandang dunia ini terbuat dari berbagai macam hal yang berlainan dan masing-masing paradigma tersebut akan melibatkan standar yang berlainan dan bertentangan dalam memandang dunia. Paradigma Aristotelian melihat alam semesta ini terbagi menjadi dua dunia dunia yang berlainan, dunia super-lunar (yang abadi dan tidak berubah-ubah) dan dunia sub-lunar (yang bisa musnah dan berubah-ubah). Paradigma yang muncul berikutnya melihat alam semesta terbuat dari bahan-bahan material yang sama. Khun beragumentasi bahwa, para penyusun paradigma baru (paradigma rival) hidup di dalam dunia yang berlainan. Oleh karena itu, dalam diskusi dan adu argumen antara pendukung paradigmayang bersaing tersebut adalah untuk mencoba meyakinkan dan bukan memaksakan paradigma. Sebab tidak ada argumen logis yang murni yang dapat mendemontrasikan superioritas satu paradigma atas lainnya, yang karenanya dapat memaksa seorang ilmuan yang rasional untuk melakukan perpindahan paradigma.
Peristiwa perubahan kesetiaan para ilmuan ondividual dari satu paradigma ke paradigma lain disamakan oleh Khun dengan “Gestalt Switch” (perpindahan secara keseluruhan atau tidak sama sekali). Juga disamakan dengan “religious conversion” (pertukaran agama). Tidak adanya alasan logis yang memaksa seorang ilmuan yang melepaskan paradigmanya dan mengambil yang menjadi rivalnya karena berkenaan dengan adanya kenyataan bahwa :
1) Berbagai macam faktor terlibat dalam keputusan seorang ilmuan mengenai faedah suatu teori ilmiah.
2) Penyusun paradigma-paradigma yang bersaing menganut berbagai perangkat standar, prinsip metafisik dan lain sebagainya yang berlainan.
Keputusan seorang ilmuan individual akan tergantung pada prioritas yang ia berikan pada beberapa faktor, faktor tersebut antara lain :
a) Kesederhanaan
b) Kebutuhan sosial yang mendesak
c) Kemampuan memecahkan problem khusus
d) Kerapihan dan kecocokan dengan permasalahan yang dihadapi.
Oleh karena itu, para pendukung paradigma tidak akan saling menerima premis lawannya dan karenanya masing-masing tidak perlu dipaksa oleh argumen rivalnya. Menurut Khun, faktor-faktor yang benar-benar terbukti efektif yang menyebabkan para ilmuan mengubah paradigma adalah masalah yang harus diungkap oleh penyelidikan psikologi dan sosiologi. Karena hal itulah Khun dianggap sebagai seorang Relativis. Proses peralihan komunitas ilmiah dari paradigma lama ke paradigma baru yang berlawanan inilah yang dimaksud oleh Khun sebagai revolusi science. Oleh karena itu, menurut Khun, perkembangan ilmu itu tidak secara komulatif dan evolusioner tetapi, secara revolusioner, yakni membuang paradigma lama dan mengambil paradigma baru yang berlawanan dan bertentangan.
Paradigma baru tersebut dianggap dan diyakini lebih memberikan janji atas kemampuannya memecahkan masalah untuk masa depan. Melalui revolusi science inilah menurut Khun perkembangan ilmu akan terjadi. Dengan paradigma baru para pengikutnya mulai melihat subjek maler dari sudut pandang yang baru dan berbeda dengan yang semula, dan teknik metodologinya lebih unggul dibanding paradigma klasik dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Berdasarkan paradigma baru inilah tradisi ekstra ordinari science dilakukan oleh para komunitas ilmuan yang mendukungnya dan sampai pada tahap tertentu dapat meyakinkan para pendukung paradigma klasik tentang keberadaan paradigma baru yang lebih mendekati kebenaran dan lebih unggul dalam mengatasi science di masa depan.
Apabila para pendukung paradigma klasik tetap keras kepala terhadap paradigma yang dianutnya dengan berusaha melakukan upaya pemecahan-pemecahan science normal berdasarkan paradigmanya walaupun berhasil mengatasi permasalahan itu revolusi besar dan kemajuan science tidak terjadi. Mereka tetap berada dan terperangkap dalam stage normal science dan tetap sebagai ilmuan biasa. Menurut Khun, tidak ada paradigma yang sempurna dan terbebas dari kelainan-kelainan (anomali), sebagai konsekwensinya ilmu harus mengandung suatu cara untuk mendobrak keluar dari satu paradigma ke paradigma lain yang lebih baik, inilah fungsi revolusi tersebut.
6. Permasalahan dan Keutamaan Revolusi Sains
Sebagaimana telah disinggung dalam uraian di atas, revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah, dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang dijadikan referensi riset.
Revolusi sains di sini dianggap sebagai episode perkembangan non-kumulatif yang di dalamnya paradigma yang lama diganti sebagian atau seluruhnya oleh paradigma baru yang bertentangan. Adanya revolusi sains bukan merupakan hal yang berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru. Dan ini menimbulkan masalah sendiri yang memerlukan pemilihan dan legitimasi paradigma yang lebih definitif.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar yang lebih tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkapkan bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita tidak hanya harus meneliti dampak sifat dan dampak logika, tetapi juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam kelompok-kelompok yang sangat khusus yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanyalah sebuah konsensus yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan akademisi dan atau masyarakat sains itu sendiri. Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka revolusi sains kian dapat terwujud.
Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain di mana obyek-obyek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal.
Kalaupun ada ilmuwan yang tidak mau menerima paradigma baru sebagai landasan risetnya, dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat dukungan lagi dari mayoritas masyarakat sains, maka aktivitas-aktivitas risetnya hanya merupakan tautologi, yang tidak berguna sama sekali.
D. Revolusi Ilmiah dan Relevansinya bagi Studi Agama untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding
Harus diakui bahwa saat ini, ilmu-ilmu ke-Islaman tengah mengalami krisis yang akut. Banyak problem kemanusiaan dan ke-Indonesiaan yang tidak mampu disentuh oleh ilmu-ilmu ke-Islaman akibat terlalu banyaknya anomaly yang dimilikinya. Sebut saja, misalnya kasus korupsi, kolusi, nepotisme, kasus pembunuhan sadis dan berbagai konflik social, agama, ras dan suku yang terjadi, yang merupakan bukti atas ketidakberdayaan ilmu akhlak dan ilmu fiqih dalam memandu masyarakat agar berperilaku taat terhadap norma susila dan norma hukum. Untuk kasus yang terakhir ini membuktikan bahwa hukum fiqih seakan-akan tidak mampu berbuat banyak dalam melindungi hak-hak kemanusiaan, padahal ilmu-ilmu ke-Islaman seperti fiqih harus mampu melengkapi dirinya agar tetap eksis dengan realitas masyarakat kontemporer yang semakin kompleks. Dengan kata lain, bagaimana agar ketentuan hokum mulia ini mampu diberlakukan secara bijak dalam masyarakt dengan tetap mengikuti atauran main modern yang diterima oleh seluruh masyarakat masih merupakan problem yang belum teratasi.
Oleh karena itu, krisis ilmu-ilmu ke-Islaman yang tengah terjadi selama ini sesungguhnya telah menghasilkan semacam irelevansi antara ilmu-ilmu ke-Islaman dengan realitas kontemporer dalam tingkat yang parah. Ilmu-ilmu ke-Islaman terlihat semarak dalam forum-forum kajian, bahkan pengajian, namun ia hanya menyumbang sedikit bagi pemberdayaan masyarakat. Mengapa demikian, mungkin jawabannya adalah paradigma keilmuan kita selama ini telah mengalami anomaly yang menumpuk sehingga menuntut adanya pencairan paradigma baru yang lebih mampu mengaitkan antara ilmu dan masyarakat dengan segala kompleksitasnya.
a. Conflic Paradigm (Paradigma Konflik)
Secara konseptual paradigma Konflik menyerang paradigma keteraturan yang mengabaikan kenyataan bahwa :- Setiap unsur-unsur sosial dalam dirinya mengandung kontradiksi-kontradiksi internal yang menjadi prinsip penggerak perubahan. Perubahan tidak selalu gradual; namun juga revolusioner- Dalam jangka panjang sistem sosial harus mengalami konflik sosial dalam lingkar setan (vicious circle) tak berujung pangkal. Kritik itulah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut menjadi paradigma konflik. Konflik dipandang sebagai inhern dalam setiap komunitas, tak mungkin dikebiri, apalagi dihilangkan. Konflik menjadi instrument perubahan.
Untuk melihat sebuah paradigma konflik dapat dilihat dari berbagai teori Menurut Sholihan menyatakan; penyebab konflik social adalah:
1. Teori Hubungan Masyarakat. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Maka, berhadapan dengan situasi konflik, teori ini menganjurkan agar komunikasi dan sikap saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik ditingkatkan. Selanjutnya, masyarakat dianjurkan untuk mengusahakan toleransi agar lebih bisa saling menerima keragaman yang ada di dalamnya. Yang mirip dengan teori ini adalah Teori Kesalahpahaman Antar Budaya dimana konflik terjadi karena ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi antar budaya.
2. Teori Negosiasi Prinsip yang mengatakan bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan adanya perbedaan pandangan tentang konflik itu sendiri dari pihak-pihak yang mengalami konflik. Bagi teori ini, pencapaian kesepakatan lewat jalan pemisahan perasaan-perasaan pribadi dari subyek yang berkonflik dengan isu dan masalah yang secara real mereka hadari - sangatlah penting.
3. Teori Kebutuhan Manusia memandang kebutuhan dasar manusia – fisik, mental dan sosial – yang tidak terpenuhi atau dihalangi sebagai akar dari konflik. Maka, keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi serta otonomi menjadi bagian yang terpisahkan agar setiap orang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
4. Teori Identitas , konflik disebabkan oleh identitas manusia yang terancam, yang berakar pada hilangnya sesuatu atau karena penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Rekonsilisasi menjadi sangat penting agar setiap orang yang terlibat konflik dapat mengidentifikasikan ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan untuk dapat membangun empati antar mereka sendiri.
5. Teori Transformasi konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya, dan ekonomi. Sasaran yang diusahakan adalah perombakan struktur yang tidak adil, memperdayakan subyek konflik terutama yang tertindas, mengedepankan perdamaian pengampunan dan rekonsiliasi.
b. Paradigma Resolusi Konflik
Sebagaimana dalam ilmu-ilmu sosial yang berparadigma ganda, usaha-usaha dalam menemukan paradigma yang lebih mampu menjawab permasalahan yang ada sesuai perkembangan zaman terus dilakukan. Perpaduan antara paradigma fakta sosial, paradigma perilaku sosial, dan paradigma definisi sosial yang masing-masing mempunyai perbedaan dan berlawanan diformulasikan dalam suatu paradigma yang utuh yang dapat memecahkan permasalahan yang lebih kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Dari hal tersebut mencerminkan adanya suatu kemajuan dalam bidang tertentu jika terjadi revolusi-revolusi yang ditandai adanya perpindahan dari paradigma klasik ke paradigma baru.
Demikian pula dengan sebuah konflik diperlukan berbagai paradigma atau pola untuk menuju sebuah resolusi konflik yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Seperti yang akan di paparkan dibawah ini. Galtung merupakan salah seorang pendiri era resolusi konflik saat ini. Galtung menawarkan tiga paradigma Resolusi konflik yang mana satu dengan lainnya saling berkaitan. Pertama, peace keeping (operasi keamanan); melibatkan aparat keamanan dan militer guna meredam konflik dan menghindari penularan konflik terhadap kelompok lain. Kedua, peace making ; upaya negosiasi antara kelompok-kelompok yang memiliki perbedaan kepentingan. Ketiga, peace building; strategi atau upaya yang mencoba mengembalikan keadaan deskruktif akibat kekerasan yang terjadi dalam konflik dengan cara membangun jembatan komunikasi antar pihak yang terlibat konflik. Peace lebih menekankan pada kualitas interaksi daripada kuantitas. Lima hal yang harus diperhatikan dalam tahapan ini : (a) interaksi yang terjadi harus antara pihak-pihak yang memiliki kesejajaran status, (b) adanya dukungan dari lingkungan social, (c) komunikasi terjadi secara intim. (d) proses komunikasi harus menyenangkan kedua pihak dan, (e) ada tujuan yang hendak dicapai bersama.
Sementara itu, Aruf Faturrahman (2001) menyodorkan lima model regulasi konflik, yaitu:
1. Partisi, yaitu pemisahan secara tegas antara satu etnis dengan etnis lainnya. Model ini jarang sekali digunakan dan hal ini dimungkinkan apabila sebuah etnis benar-benar hidup terpisah dari garis demarkasi Negara.
2. Model dominasi, yaitu satu dominasi etnis terhadap etnis lain, biasanya melalui kekerasan atau tindakan diskriminatif.
3. Melalui proses asimilasi. Model ini adalah bentuk halus dan maju dari model kedua yang dilakukan secara alami.
4. Konsolidasi, yaitu pengakuan eksistensi setiap perbedaan yang ada dan mencoba untuk mengharmonikan perbedaan-perbedaan.
5. Pengakuan terhadap semua etnis, tetapi tidak ada keterkaitan dengan hal-hal yang sifatnya politis. Model ini disebut dengan sinkretisme.
E. Komentar Singkat tentang Konsep Science Khun
Konsep Khun tentang science progres yang terdapat dalam bukunya The Structure Of Scientific Revolution yang berpusat pada paradigma, telah mendobrak adanya citra suatu pencapaian ilmiah yang absolut, atau suatu yang mempunyai kebenaran seakan-akan suigeneris dan objektif. Khun menyatakan bahwa, pengetahuan tidak terlepas dari ruang dan waktu. Konsep dan pandangan Khun tentang science progres tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dengan revolusi besar menuju ke arah yang makin mendekati kesempurnaan dan lebih sesuai dengan kondisi sejarah dan zaman.
Dengan konsep paradigmanya yang fleksibel dan tidak ketat di satu sisi, mampu mendukung adanya tradisi-tradisi ilmiah dan melepaskan adanya ketergantungan observasi pada teori. Di sisi lain, sifat paradigma yang tidak sempurna dan tidak terbebas dari anomali-anomali, mampu mendorong terjadinya suatu revolusi science dan mencapai kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat.
Jika mengikuti model konsep Khun tentang perkembangan ilmu tersebut, maka adalah suatu kekeliruan serius jika seorang ilmuan hanya memegang satu paradigma klasik saja, sedang anomali-anomali menyerang paradigmanya secara fundamental, walaupun tidak ada argumen logis yang dapat memaksa ilmuan untuk melakukan konversi paradigma.
E. Kesimpulan
Krisis ilmu-ilmu keIslaman yang tengah terjadi selama ini sesungguhnya telah menghasilkan semacam irelevansi antara ilmu-ilmu keIslaman dengan realitas kontemporer dalam tingkat yang parah. Ilmu-ilmu keIslaman terlihat semarak dalam forum-forum kajian, bahkan pengajian, namun ia hanya menyumbang sedikit bagi pemberdayaan masyarakat. Paradigma keilmuan mereka telah mengalami anomaly yang menumpuk sehingga menuntut adanya pencairan paradigma baru yang lebih mampu mengaitkan antara ilmu dan masyarakat dengan segala kompleksitasnya.
Dalam kerangka ini, maka pemanfaatan ilmu-ilmu social humaniora Barat untuk proyek pengembangan ilmu-ilmu keIslaman menjadi sangat penting. Alasan utama bagi hal ini adalah bahwa mendobrak kebekuan ilmiah ilmu-ilmu keIslaman harus dilakukan dengan pisau bedah dan alat analisis dari manapun.
Segala yang dikatakan oleh ilmu tentang dunia dan kenyataan sebetulnya erat terkait dengan paradigma dan model atau skema interpretasi tertentu yang digunakan ilmuwan. Cara ilmuwan memandang dunia menentukan dunia macam apa yang dilihatnya itu. Jadi, pengetahuan bukanlah sama sekali jiblakan atau fotocopy realitas, melainkan realitas hasil konstruksi manusia.
Terlepas dari adanya kelemahan-kelemahan teori yang ditawarkan Khun menurut sebagian orang. Tapi yang terpenting adalah Paradigma Khun telah memberikan banyak kontribusi yang luar biasa dalam dinamika ilmu pengetahuan dan peradapan manusia. Oleh karena itu, apresiasi yang setinggi-tingginya pantas diberikan kepadanya.















DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Lorens, 2000, Kamus Filsafat (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama ).

Hartono, Imam R. dan Verhaak , 1995, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Kerja Atas Kerja Ilmu-Ilmu, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ).


Fisher, Simon et.al., 2001, Mengelola Konflik : Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak, terj. SN. Karikasari dkk, (Jakarta: PT Gramedia).


Jamil, M. Mukhsin (Ed.), Mengelola Konflik membangun Damai: Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik (Semarang : WMC IAIN


Khun, Thomas S., 2005, The Structure of Scientific Revolutions, Terj. Tjun Surjaman (Bandung: PT Remaja Rosdakarya).


Muslih, Muh., 2008, Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta:Belukar ).

Fanani, Muhyar, 2008, Metode Studi Islam : Aplikasi Sosiologi Pengetahuan sebagai Cara Pandang, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar).

Sugiharto, Bambang, 1996, Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat, (Yogyakarta:Kanisius).

Suparno, Paul, 1999, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta:Kanisius).


Zubaedi, dkk, 2007, Filsafat Barat: Logika Baru Rene Descartes hingga Revolusi Sains ala Thomas Khun, ( Yogyakarta : Ar-Ruzz Media Group ).

http://slendangwetan 29.blogspot.com/2008/02/revolusi-ilmu-thomas-khun.html.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar